TIPS N TRIK BISNIS

Software Pemasang Iklan Baris Massal

Sunday, June 22, 2008

Friday, May 30, 2008

Thursday, May 22, 2008

JATUH CINTA

Orang yg jatuh cinta adalah
hamba yg mengabaikan dirinya,
selalu menyebut RABB-nya,
melaksanakan hak2nya,
memandang-NYA dgn hati,
membakar hati dgn cahaya kehendak-NYA,
minumannya berasal dari bejana cinta-NYA,
jika bicara dgn menyatakan ALLAH,
jika berucap dari ALLAH,
jika bergerak menurut perintah ALLAH,
jika diam bersama ALLAH,
dia dgn ALLAH,
milik ALLAH,
& bersama ALLAH.

Saturday, May 10, 2008

SEBUAH PERTEMUAN

Ketika diri mencari sinar
Secebis cahya menerangi haluan
Adakalanya langkah ku tersasak
Tersungkur di lembah kegelapan
Bagaikan terdengar bisikan rindu
Mengandung kalimah menyapa keinsyafan
Kehadiran mu menyentuh kalbu
Menyalakan obor pengharapan
Tika ku kealfaan kau bisikan bicara keinsyafan
Kau berikan kekuatan tika aku diuji dengan dugaan
Saatku kehilangan keyakinan kau nyalakan harapan
Saatku meragukan keampunan Tuhan
Dan katakan rahmatNya mengatasi segala
Menitis airmata ku keharuan kepada sebuah pertemuan
Kehadiranmu mendamaikan hati yang dahulu keresahan
Cinta yang semakin kesamaran kau hilang cahaya kebahagian
Tulus keikhlasan menjadi ikatan
menuju restu kasihMu oh Tuhan
Titisan air mata menyubur cinta
Dan rindu pun berbunga
Mekar tidak pernah layu
Damainya hati yang dulu resah keliru
Cinta ku takkan pudar diuji dugaan mengharum dalam harapan
Moga kan kesampaian kepada Tuhan
Lantaran diri hamba kerdil dan hina
Menitis airmata ku keharuan kepada sebuah pertemuan
Kehadiranmu mendamaikan hati yang dahulu keresahan
Sunguh-2 di hati ini di kurniakan teman sejati
menuju jalan dan kasihNya
Jika diri dalam kebuntuan
Betapa aku menghadapi kejujuran yang jauh pergi
Mengajakku mengenal arti cinta hakiki yang abadi
Tiada yang menjadi impian selain rahmat kasih Mu Tuhan
Yang terbias pada ketulusan sekeping hati seorang insan bernama teman

HANYA TUHAN YANG TAHU

Ku Pendamkan Perasaan ini
Ku rahsiakan rasa hati ini
Merindukan kasih yang berputih
Tersembunyi di dasar hati

Ku mohonkan petunjuk Illahi
Hadirkanlah insan yang sejati
Menemani kesepian ini
Mendamaikan sekeping hati

Oh Tuhanku
Berikanlah ketenangan abadi
Untuk ku menghadapi resahnya hati ini
Mendamba kekasih insan yang ku sayang

Dihati ini hanya Tuhan yang tahu
Dihati ini aku rindu padamu
Tulus sanubari menantikan hadirmu
Hanya kaulah gadis pilihanku

Karena batasan adat dan syariah
Menguji kekuatan keteguhan iman insan yang berkasih

Saturday, May 3, 2008

Please click


::::::::::::: BONUS BUAT ANDA ::::::::::


E-book

12 Perinsip Sukses Bisnis Internet

Password: semesta




E-book



Koneksi Interner Cepat dengan ADSL




E-book



Teknik Membangun Toko Online

Password: masterbiznet.com




E-book


Jadi Milyarder dari Internet

Password: semesta




E-book




Mengenal Istilah-istilah dalam Bisnis Internet




E-book




Lebih Jauh Mengenal Internet

Password: semesta




E-book




Strategi Khusus Bisnis Internet

Password: semesta




E-book
Profil
Pengguna Internet di Indonesia

Password: semesta




E-book




Wajah Internet Indonesia

Password: semesta




E-book




Saran bagi Pemain Pemula Internet

Password: semesta




E-book




Referensi Memilih Web Hosting

Password: semesta




E-book


13 Tips Memilih Domain

Password: semesta




E-book


Strategi Meletakkan Situs Anda

Password: semesta




E-book


Teknik Memilih ISP
(Internet Service
Provider) Password: semesta

Sunday, April 27, 2008

Kisah Sebuah Pernikahan
oleh Abdurrahman Al Jawary

Hari pernikahanku. Hari yang paling bersejarah dalam hidup. Seharusnya saat itu aku menjadi makhluk yang paling berbahagia. Tapi yang aku rasakan justru rasa haru biru. Betapa tidak. Di hari bersejarah ini tak ada satupun sanak saudara yang menemaniku ke tempat mempelai wanita. Apalagi ibu. Beliau yang paling keras menentang perkawinanku.
Masih kuingat betul perkataan ibu tempo hari, "Jadi juga kau nikah sama 'buntelan karung hitam' itu ....?!?"

Duh......, hatiku sempat kebat-kebit mendengar ucapan itu. Masa calon istriku disebut 'buntelan karung hitam'.

"Kamu sudah kena pelet barangkali Yanto. Masa suka sih sama gadis hitam, gendut dengan wajah yang sama sekali tak menarik dan cacat kakinya. Lebih tua beberapa tahun lagi dibanding kamu !!" sambung ibu lagi.

"Cukup Bu! Cukup! Tak usah ibu menghina sekasar itu. Dia kan ciptaan Allah. Bagaimana jika pencipta-Nya marah sama ibu...?" Kali ini aku terpaksa menimpali ucapan ibu dengan sedikit emosi. Rupanya ibu amat tersinggung mendengar ucapanku.

"Oh.... rupanya kau lebih memillih perempuan itu ketimbang keluargamu. baiklah Yanto. Silahkan kau menikah tapi jangan harap kau akan dapatkan seorang dari kami ada di tempatmu saat itu. Dan jangan kau bawa perempuan itu ke rumah ini !!"

DEGG !!!!


"Yanto.... jangan bengong terus. Sebentar lagi penghulu tiba," teguran Ismail membuyarkan lamunanku. Segera kuucapkan istighfar dalam hati.

"Alhamdulillah penghulu sudah tiba. Bersiaplah ...akhi," sekali lagi
Ismail memberi semangat padaku.

"Aku terima nikahnya, kawinnya Shalihah binti Mahmud almarhum dengan mas kawin dan seperangkat alat sholat tunai !" Alhamdulillah lancar juga aku mengucapkan aqad nikah.

"Ya Allah hari ini telah Engkau izinkan aku untuk meraih setengah dien. Mudahkanlah aku untuk meraih sebagian yang lain."


Dikamar yang amat sederhana. Di atas dipan kayu ini aku tertegun lama. Memandangi istriku yang tengah tertunduk larut dalam dan diam. Setelah sekian lama kami saling diam, akhirnya dengan membaca basmalah dalam hati kuberanikan diri untuk menyapanya.

"Assalamu'alaikum .... permintaan hafalan Qur'annya mau di cek kapan De'...?" tanyaku sambil memandangi wajahnya yang sejak tadi disembunyikan dalam tunduknya. Sebelum menikah, istriku memang pernah meminta malam pertama hingga ke sepuluh agar aku membacakan hafalan Qur'an tiap malam satu juz. Dan permintaan itu telah aku setujui. "Nanti saja dalam qiyamullail," jawab istriku, masih dalam tunduknya. Wajahnya yang berbalut kerudung putih, ia sembunyikan dalam-dalam. Saat kuangkat
dagunya, ia seperti ingin menolak. Namun ketika aku beri isyarat bahwa aku suaminya dan berhak untuk melakukan itu , ia menyerah.

Kini aku tertegun lama. Benar kata ibu ..bahwa wajah istriku 'tidak menarik'. Sekelebat pikiran itu muncul ....dan segera aku mengusirnya. Matanya berkaca-kaca menatap lekat pada bola mataku.

"Bang, sudah saya katakan sejak awal ta'aruf, bahwa fisik saya seperti ini. Kalau Abang kecewa, saya siap dan ikhlas. Namun bila Abang tidak menyesal beristrikan saya, mudah-mudahan Allah memberikan keberkahan yang banyak untuk Abang. Seperti keberkahan yang Allah limpahkan kepada Ayahnya Imam malik yang ikhlas menerima sesuatu yang tidak ia sukai pada istrinya.

Saya ingin mengingatkan Abang akan firman Allah yang dibacakan ibunya Imam Malik pada suaminya pada malam pertama pernikahan mereka," ...

Dan bergaullah dengan mereka (istrimu) dengat patut (ahsan). Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjanjikan padanya kebaikan yang banyak." (QS An-Nisa:19)

Mendengar tutur istriku, kupandangi wajahnya yang penuh dengan air mata itu lekat-lekat. Aku teringat kisah suami yang rela menikahi seorang wanita yang memiliki cacat itu. Dari rahim wanita itulah lahir Imam Malik, ulama besar ummat Islam yang namanya abadi dalam sejarah.

"Ya Rabbi aku menikahinya karena Mu. Maka turunkanlah rasa cinta dan kasih sayang milikMu pada hatiku untuknya. Agar aku dapat mencintai dan menyayanginya dengan segenap hati yang ikhlas."

Pelan kudekati istriku. Lalu dengan bergetar, kurengkuh tubuhya dalam dekapku. Sementara, istriku menangis tergugu dalam wajah yang masih menyisakan segumpal ragu.

"Jangan memaksakan diri untuk ikhlas menerima saya, Bang. Sungguh... saya siap menerima keputusan apapun yang terburuk," ucapnya lagi.

"Tidak...De'.

Sungguh sejak awal niat Abang menikahimu karena Allah.
Sudah teramat bulat niat itu. Hingga Abang tidak menghiraukan ketika seluruh keluarga memboikot untuk tak datang tadi pagi," paparku sambil menggenggam erat tangannya.


Malam telah naik ke puncaknya pelan-pelan. Dalam lengangnya bait-bait do'a kubentangkan pada Nya.

"Robbi, tak dapat kupungkiri bahwa kecantikan wanita dapat mendatangkan cinta buat laki-laki. Namun telah kutepis memilih istri karena rupa yang cantik karena aku ingin mendapatkan cinta-Mu. Robbi saksikanlah malam ini akan kubuktikan bahwa cinta sejatiku hanya akan kupasrahkan pada-Mu.

Karera itu, pertemukanlah aku dengan-Mu dalam Jannah-Mu !
"Aku beringsut menuju pembaringan yang amat sederhana itu. Lalu kutatap raut wajah istriku dengan segenap hati yang ikhlas. Ah, .. sekarang aku....
benar-benar mencintainya. Kenapa tidak? Bukankah ia wanita sholihah sejati. Ia senantiasa menegakkan malam-malamnya dengan munajat panjang pada-Nya.

Ia senantiasa menjaga hafalan KitabNya. Dan senantiasa melaksanakan shoum sunnah Rasul Nya. "...dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah. Mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Adapun orang-orang yang beriman amat sangat cintanya
pada Allah ..." (QS. al-Baqarah:165)
=========================================


Ya Allah sesungguhnya aku ini lemah , maka kuatkanlah aku dan aku ini hina maka muliakanlah aku dan aku fakir maka kayakanlah aku wahai Dzat yang maha Pengasih. Amiin...

Seindah Mentari Pagi....
oleh : Hasan Al Jawary

Pagi itu di dapur....
" Bu,.. awas itu ikannya hampir gosong loh... ", seru khadimatku, Asih, membuyarkan lamunanku.
" Masya Allah...", seruku seraya mematikan kompor.
" Nah loh ibu lagi ngelamun ya... ?", goda Asih lagi.
" Ah, kamu ini... ayo mana belanjaannya ? ", tanyaku.
" Asih, hari ini kita bikin bali ikan, sayurnya kita bikin lodeh saja terus goreng tahu, tempe dan kerupuk". Asih, khadimatku sudah lama ikut aku dan keluarga. Sejak dia baru lulus SD sampai sekarang dia sudah lulus SMEA. Kami sekeluarga sudah menganggap Asih sebagai anggota keluarga sendiri.

Selesai masak bareng Asih sambil menunggu adzan dzuhur aku berniat meneruskan tulisanku semalam, tapi aku hanya termenung di depan layar monitor tanpa dapat memusatkan pikiranku. Aku kembali meneruskan lamunanku yang tadi sempat terputus gara-gara Asih mengejutkanku. Semalam selepas kami sholat Isya' berjamaah, Sarah putri tunggalku menghampiriku di kamar.
" Ummi,... ummi lagi repot ? ", tanya Sarah.
" Nggak kog sayang, ada apa ? ".
" Malam ini ummi nggak nulis ?, biasanya ba'da isya ummi khan langsung asyik sama komputer ".
" He.. he.. Sarah,...Sarah....nggak kog, memang sih ummi mau nulis tapi nanti-nanti saja. Ada apa sholihah... ? ".
" Eng.. eng... ada yang mau Sarah diskusikan sama ummi ".
" Ya,... tentang apa nak ? ".
" Tapi ummi harus janji dulu sama Sarah loh.. ".
" Janji.. ? ada apa memangnya ? ".
" Ya ummi, janji dulu ya mi yah... ? ", Sarah mulai dengan rengekan manjanya
" Iya deh insya Allah.... ".
" Ummi musti janji pertama ummi jangan motong dulu sebelum Sarah selesai, terus yang kedua ummi jangan bicarakan ini dulu sama siapapun kecuali sama Abi. Sarah nggak mau kalau mas Fadhil, mas Yazid dan Zakly tahu sebelum waktunya ", kata Sarah seraya menatapku.
" Hhhmm.... iya insya Allah ".
" Nah,... sekarang ummi dengarkan baik-baik yah...? ", pinta Sarah dengan kerlingan manjanya.
" Iya.... ini dari tadi juga ummi sudah dengerin kog...", kataku mulai tak sabar.
" Mmhhhh... begini ummi,.... akhir-akhir ini Sarah mulai berpikir kalau... mmhhh...mmhhh.. kalau Sarah pingin menyempurnakan setengah dari dien Sarah ", kata Sarah perlahan lantas Sarah tertunduk dan diam.
Aku masih terdiam, rasanya otakku saat itu bekerja dengan sangat lambat untuk mencerna kata-kata Sarah. Sarah ingin menyempurnakan setengah dari diennya itu artinya Sarah hendak menikah....Subhanallah... Alhamdulillah... putri tunggalku sudah berpikir ke arah sana.

" Sarah,...subhanallah nak...", aku tak dapat meneruskan kata-kataku.
" Ummi kaget Sarah,... tapi sekaligus juga bangga ", kataku seraya memeluk Sarah yang masih tertunduk di hadapanku. " Alhamdulillah nak.... Insya Allah kalau nanti abi sudah pulang akan ummi diskusikan dengan abi. Nah,...mau ngomong begitu aja kog dari tadi pakai takut-takut segala sih sayang.. ? ", godaku.
Sarah masih menunduk sambil tersenyum.
" Sekarang masalahnya Sarah mau nikah sama siapa ?", tanyaku. "Atau Sarah pingin abi dan ummi yang carikan calonnya ? ".
" Mmhh... sebenarnya Sarah sudah punya calon ummi.... ", katanya perlahan.
" Heh... ?? Sarah sudah punya calon... kog abi dan ummi nggak tahu ? ".

Terus terang aku terkejut. Aku kenal betul siapa Sarah, ia sangat hati- hati dalam menjaga pergaulan dengan lawan jenisnya. Tapi kog tahu-tahu sekarang sudah ada calon.
" Ummi masih janji kalau nggak memotong sebelum Sarah selesai khan,...sekarang Sarah mau cerita yang lengkap ". Sarah menarik nafas.
" Begini ummi,... ada temen pengajian Sarah di kampus, akhwat itu punya mas. Nah, masnya itu insyaAllah akhlaq dan diennya baik ".
" Hhmm.... lantas.. ", kataku tak sabar.
" Temen Sarah itu mengusulkan agar Sarah menikah dengan masnya. Nah,.. sekarang Sarah mau minta tolong ummi dan abi atau mas Fadhil atau mas Yazid untuk menyelidiki apa memang betul ikhwan itu diennya baik dan insya Allah bisa cocok sama Sarah ".
" Hhhmmm... begitu ? ".
" Sarah belum pernah ketemu sama ikhwan itu, Sarah baru lihat fotonya saja dan Yasmin, teman Sarah itu cerita kalau ikhwan itu insya Allah shalih. Sarah percaya sama Yasmin, ummi masih ingat Yasmin khan yang pernah kesini itu lho... ".
" Ummi lupa abis khan banyak akhwat temen Sarah yang main kesini ".
" Ummi,... abi dan ummi khan selalu bilang kalau apapun yang kita kerjakan harus lillaahita'ala khan ? ", tanya Sarah. Aku hanya mengangguk....
" Ummi,....insya Allah Sarah ingin pernikahan ini juga menjadi ibadah karena Sarah pingin mencari ridho Allah ummi. Sarah ingin nikah dengan ikhwan itu karena Sarah ingin menolong ia dan keluarganya mi... Ummi,.. sebenarnya ia sudah menikah, sudah punya isteri ".
" Heh....", seruku dengan terkejut.

Tanpa memperdulikan keterkejutanku Sarah kembali meneruskan kata-katanya.
" Ummi, ikhwan itu sudah nikah hampir 6 tahun, tapi sampai sekarang belum dikasih amanah oleh Allah, isterinya punya fisik yang lemah, sering sakit-sakitan. Sarah berpikir ummi,.... Sarah ingin bisa menolong keluarga itu untuk sama-sama berjihad di jalan Allah. Sarah bisa bantu-bantu pekerjaan rumah tangga dan insya Allah nanti Sarah bisa melahirkan jundi-jundi yang bisa dididik sama-sama. Ummi ingat ya ummi,... Sarah insyaAllah mau melakukan ini semua hanya karena Allah, Sarah cuma mau mencari ridho Allah saja ummi.... Sarah sudah istikharoh berkali-kali dan Sarah makin hari makin mantap aja ".

Aku hanya terdiam,... tak tahu harus berkata apa. Terus terang aku sangat ingin suamiku ada disampingku saat ini. Kenapa Sarah harus membicarakan hal itu di saat suamiku ke luar kota. Aku bingung tak tahu harus berkata apa....

" Ummi,.... ", panggil Sarah perlahan.
" Sarah,...sekarang ummi mau tanya ya nak... ".
" Bagaimana awal mulanya kog tiba-tiba Sarah ingin menikah dengan ikhwan itu ? ".
" Begini ummi,...Yasmin bilang kalau mbak Asma, nama isteri masnya itu, pernah bilang ke Yasmin bahwa mbak Asma ingin suaminya menikah lagi ".
" Hhmmm.... terus.... ".
" Soalnya mbak Asma tahu benar kalau suaminya sudah ingin punya jundi sementara mbak Asma sendiri sampai sekarang belum juga dikasih kesempatan oleh Allah untuk hamil. Kasihan mbak Asma ummi,...sudah fisiknya lemah, kesepian lagi. Sehabis Yasmin cerita begitu Sarah jadi kepikiran, Sarah ingin membantu keluarga itu ummi.... Sarah pingin bisa bantu-bantu mbak Asma, nemenin mbak Asma, insyaAllah nanti Sarah juga bisa melahirkan jundi yang bisa dididik sama-sama. Khan Ummi sendiri yang bilang kalau untuk menuju kebangkitan Islam memerlukan generasi yang berkualitas, insya Allah nanti akan lahir generasi-generasi robbani ."

Setelah sholat dzuhur berdua dengan Asih aku kemudian makan sendirian. Kalau siang seperti ini rumah selalu sepi, hanya aku berdua dengan Asih saja. Mereka biasanya makan di kampus masing-masing dan Yazid makan di cafetaria kantornya. Terus terang aku kesepian, ingin rasanya aku segera mendapatkan cucu-cucu dari mereka. Dan kini salah seorang dari mereka mengajukan keinginannya untuk menikah, tapi...kenapa Sarah hendak nikah dengan seseorang yang telah beristri?.... Rasanya sejak semalam aku sulit berpikir secara jernih, aku terlalu terbawa alam perasaanku. Diantara mereka berempat aku tidak membeda-bedakan kasih sayangku. Aku selalu berusaha adil terhadap mereka. Tapi tak dapat kupungkiri kalau Sarah menempati posisi yang lebih istimewa. Perhatianku lebih tercurah ekstra pada Sarah. Karena Sarah hanya satu-satunya putri tunggalku. Aku lebih melindungi Sarah dibandingkan dengan putra-putraku yang lain. Timbul rasa was-was dalam hatiku, bagaimana kalau seandainya suaminya nanti tak dapat berlaku adil, bagaimana kalau seandainya madu Sarah tidak memperlakukannya dengan baik karena merasa mendapat saingan dan bagaimana kalau nanti Sarah tidak bahagia. Semua itu menjadi beban pikiranku. Aku menyayangi Sarah, dan wajar bila sebagai seorang ibu aku ingin melihat anak-anakku bahagia. Aku menjadi tidak berselera makan. Tiba-tiba...

" Assalamu'alaikum,...", suara Zakly kudengar dari teras depan.
" Wa'alaikumussalam,... loh kog sudah pulang ? ", tanyaku.
" Iya mi, dosennya nggak ada... lagi pula siang ini sudah nggak ada kuliah lagi kog ", jawab Zakly seraya mencium tanganku.
" Ayo makan sekalian,...ummi baru saja mulai ".
" Sebentar mi, cuci tangan dulu... ".

Seperti kebiasaan mereka sejak kecil, setiap pulang sekolah waktu makan siang mereka akan bercerita tentang kejadian mereka di sekolah hari itu. Dan hingga kini meskipun mereka telah beranjak dewasa kebiasaan itu tetap terbawa. Zakly sedang bercerita tentang susahnya mencari dosen pembimbingnya untuk skripsi. Tapi aku hanya menanggapi setengah hati, konsentrasiku tidak terpusat seutuhnya pada apa yang dibicarakannya.

" Ummi,.... ummi kenapa sih...? ", tanya Zakly.
" Oohh...nggak,... Zakly bilang apa tadi temen Zakly kenapa ? ".
" Nah khan... ketahuan deh kalo ummi nggak dengerin Zakly ngomong ".
" Nggak,.. kenapa tadi.... ? ".
" Sejak tadi pagi Zakly perhatikan ummi hari ini agak lain deh... ".
" Ah masa sih,... itu khan perasaan Zakly saja.. ".
" Bener kog... tadi pagi di garasi mas Yazid saja tanya sama Zakly, kog ummi pagi ini agak diam ya... nggak secerewet biasanya ".
" Eh,...ghibah ih,...ngomongin umminya ", sahutku sambil tersenyum.
" Bener kog... ummi nggak sakit khan ?? ".
" Nggak ummi nggak apa-apa kog... ".
" Kalo nggak apa-apa kog ummi jadi agak lain ayo !", desak Zakly masih dengan ngototnya.
Sifat Zakly ini menurun dari abinya, yang nggak akan berhenti bertanya kalo belum mendapatkan jawaban yang dapat memuaskan hatinya.
" Ummi...ummi cuma pingin abi cepet pulang, gitu aja.." sahutku perlahan.
" Ha.... ha.... ", meledak tawa Zakly.
" Lho kog ketawa sih ? ",tanyaku.
" Abis ummi lucu, kaya pengantin baru aja deh.... dikit-dikit kangen pingin ketemu abi ".
" Yah wajar dong.... namanya juga suami isteri ".
" Tapi ummi lucu deh... kita khan pura-pura nggak tahu aja, kalau sebenarnya di belakang kita ummi tuh kolokan banget sama abi... ", goda Zakly lagi.
" Hhhmmm.... kata siapa ? ", tanyaku tak mau kalah.
" Yah ummi...ngaku aja deh,...kalau ummi khan masih manja banget sama abi, ummi kita khan udah pada gede-gede, sudah ngerti ", kata Zakly masih sambil ketawa.
" Udah ah,... ketawa aja tersedak lho nanti maemnya.. ",sahutku.
" Mmmhh...ummi nggak mau ngakuin tuh..., sabar dong ummi insya Allah besok abi khan sudah pulang ", goda Zakly lagi.
" Udah,... cepat dihabisin maemnya Zakly... ".
" Iya nyonya besar.... ", kata Zakly sambil tersenyum-senyum menggoda.
" Ummi,...", panggil Zakly lagi.
" Apa lagi sholeh ?? ".
" Mmhh... Zakly nanti ingin kalau punya rumah tangga seperti rumah tangga abi dan ummi.... ".
" Kenapa memangnya... ? ".
" Sepertinya abi sama ummi tuh seneenng terus, nggak pernah Zakly lihat abi sama ummi ribut, meskipun sudah tua-tua tapi masih seperti pengantin baru saja ".
" Hhmmm... kalian khan nggak tau saja, pernah juga abi dan ummi berselisih, karena beda pendapat, itu wajar dalam rumah tangga ".
" Oya... kog Zakly nggak tahu.. ".
" Aduh anakku sholeh.... masa sih kalau abi sama ummi lagi nggak enakan harus lapor sama kalian, nggak khan ?".
" Iya.. ya.... ".
" Itu rahasia abi dan ummi, kita selesaikan berdua, diskusi, dibahas, saling menghargai pendapat lawan, cari jalan tengahnya ".
" Terus mi.... ".
" Ya sudah,...berusaha menyelesaikannya secepat mungkin, dan saling mengalah. InsyaAllah keadaan cepat normal lagi, baikan lagi. Kunci yang penting Zakly,... kalau nanti Zakly sudah berkeluarga, jangan pernah kalian ribut di depan anak-anak, karena nggak baik buat perkembangan jiwa mereka. Selesaikan berdua ketika sudah sama-sama tenang sehabis sholat misalnya ".
" Hhmmm... itu makanya abi sama ummi tetap awet sampai sekarang yah ? ".
" Yah... alhamdulillah nak, abi dan ummi saling cinta meskipun dulu kita nggak pakai istilah pacaran ".
" Iya mi,... Zakly tahu itu....subhanallah....
"Iya,... Islam sudah bikin aturan yang benar dan baik tinggal tergantung kita mau ikut atau nggak ", kataku lebih lanjut. Sudah sekarang cepat habisin maemnya... ".
" Jazakillah ya ummi buat materinya siang ini.... ".
" Hhmm... waiyakallahu.. ".

Dan tiba-tiba.... kring... dering suara telfon.
" Hallo,... ", angkat Yazid.
" 'Alaikumussalam,... oh abi nih... Iya bi,... bener nih nggak usah dijemput ?. Iya-iya....insya Allah.... 'alaikumussalam... ".
" Dari abi, Yazid ?? ", tanyaku.
" Iya,... seminar abi ternyata selesai hari ini, abi sekarang ada di airport sebentar lagi pulang ".
" Lho,... abi nggak minta dijemput ? ", tanyaku.
" Kata abi, abi mau naik taksi saja biar cepat, kalau nunggu dijemput kelamaan ".
" Insya Allah sebentar lagi abi pulang ". harapku.

Selesai sholat isya'....

" Kalian sudah pada lapar ya ?, mau makan sekarang atau nunggu abi saja sekalian ? ", tanyaku.
" Nanti aja mi,... enakan bareng-bareng abi aja.. ".
" Kalau kalian mau maem dulu nggak apa-apa, biar nanti ummi saja yang nemenin abi ".
" Nggak usah mi,... khan sebentar lagi insya Allah abi juga datang ", jawab Fadhil lagi.
Dan benar, tak berapa lama kemudian....
" Assalamu'alaikum,...", suara suamiku dari teras depan.
" Wa'alaikumussalam... ", jawab kami berbarengan.
Kelakuan mereka masih persis anak-anak langsung berebut membuka pintu buat abinya dan mencium tangan abinya. Kalau melihat mereka seperti itu tak percaya rasanya kalau mereka sudah pada besar-besar dan sudah waktunya untuk nikah. Ah,...nikah lagi... kenapa itu yang ada dipikiranku selalu.

" Ummi,..ini nih pacar ummi udah datang...", seru Zakly.
" Zakly,...apa-apa an sih ya...", kataku sambil melotot.
" Alah.. ummi, tadi siang bilang kangen, pingin abi cepet pulang, sekarang malah berdiri disitu aja... ", goda Zakly lagi.
" He.. he.... memang tadi siang ummi kenapa Zakly ", tanya suamiku.
" Tadi siang nih bi.... ".
" Udah Zakly,... abi baru aja dateng,... cuci tangan dulu deh bi,.. terus kita maem ", potongku langsung.
" Iya bi,.. kita tadi udah laper nungguin ", kata Sarah.

Seperti biasa waktu makan malam adalah saat dimana kami dapat makan bersama. Kalau pagi, anak-anak biasa sarapan lebih dulu sedangkan aku dan suamiku hanya sarapan berdua, karena suami ke kantor agak siang dibanding mereka pergi. Kalau siang mereka tak pernah makan di rumah, biasanya aku makan sendiri. Jadi baru makan malamlah kami dapat berkumpul bersama. Dan seperti biasa mereka saling tak mau kalah kalau sudah cerita, jadi bisa dibayangkan bagaimana semaraknya suasana.

" Oya,...tadi Zakly bilang apa tentang ummi ", tanya sumiku mendadak.
" Oh,... he.. he.. ini ummi,... ".
" Kenapa Zakly ? ", tanya Yazid.
" Tadi siang khan Zakly makan di rumah , terus pas Zakly ajak ngobrol ummi tuh kayanya nggak bener-bener ngedengerin deh,... Zakly pikir kenapa gitu.... ".
" Trus.... ", potong Fadhil.
" Waktu Zakly desak-desak ummi bilang nggak apa-apa,.. tapi akhirnya ngaku juga... ".
" Ummi bilang apa... ? ", tanya suamiku.
" Ummi bilang kangen sama abi, pingin abi cepat-cepat pulang, waktu ngomongnya kaya anak remaja yang umur 17 tahun, sambil malu-malu gimanaaa.. gitu ".
Langsung, tawa mereka memecah...
" Ih,... ummi perasaan biasa aja bilangnya, ngapain juga pakai malu-malu segala, orang abi sama ummi udah 28 tahun nikah ", sahutku.
" Alah ummi,..Zakly tadi khan liat muka ummi merah-merah gimana gitu ".
" Oooohh.... pantesan tadi pagi Yazid juga perhatikan ummi agak aneh, nggak seperti biasanya ", sambung Yazid.
" Iya,..ummi tadi pagi agak diam, hhmm baru ketauan ternyata sebabnya kenapa ", kata Fadhil

Mereka masih tertawa-tawa, kulirik Sarah hanya tersenyum tak ikut menggodaku seperti yang lain. Tentu Sarah tahu dialah yang menjadi penyebab kenapa seharian ini aku agak aneh.
" Iya mi,...bener ya apa yang Zakly bilang ", tanya suamiku sambil menatapku dalam-dalam.
" Hhmm.... ", aku hanya tersenyum, jengah juga rasanya ditatap seperti itu di depan anak-anak meskipun mereka udah dewasa.
Mendadak tawa mereka memecah lagi....
" Lho,... kenapa sih... ?? ".
" Coba deh ummi ngaca, muka ummi tuh lucu banget tersipu-sipu gimana gitu, kaya remaja 17 tahunan ", kata Zakly.
" Ummi... ummi...,mau bilang iya aja kog pake malu-malu segala sih... ", kata suamiku.
" Padahal abi khan baru pergi 3 hari yang lalu, ya khan ? ", tanya suamiku ke mereka.
" Tunggu aja bi,.. nanti kalau kita sudah nggak ada, ummi bakal ngaku juga sama abi,... ", kata Zakly.
" Udah ah,... nggak selesai-selesai maemnya nanti, ingat abi belum sholat lho..", kataku mengalihkan pembicaraan.

Setelah suamiku sholat, seperti biasa kami berkumpul di ruang tengah. Dan juga seperti biasa mereka tak pernah habis-habis akan topik bahasan. Mulai dari kerusuhan tentang adanya isyu pembunuhan dukun santet yang menyebabkan sebagian ulama juga ikut terbunuh, tentang harga sembako yang masih saja sulit dijangkau, dan juga tentang keanekaragaman visi dari bermacam-macam partai Islam yang ada. Sampai pada masalah banyaknya anak-anak yang putus sekolah karena tak ada biaya serta kondisi gizi anak-anak balita yang memprihatinkan. Dan seperti biasa, mereka ingin agar segera terbentuk khalifah Islam dimana segala macam bentuk perundang-undangan bersumber pada Al Qur'an dan sunnah Rasul yang insya Allah apabila semuanya itu dilakukan dapat menjamin pola kehidupan masyarakat akan menjadi baik.

Dari balik layar monitor kuperhatikan Sarah tidak selincah biasanya dalam berdiskusi dengan mas-masnya, Sarah hanya sesekali menimpali itu pun dengan nada bicara yang tanpa semangat, sedangkan aku dari tadi duduk di depan komputer, tapi hanya satu paragraf yang berhasil kutulis. Karena perhatianku lebih tercurah pada apa yang mereka bahas dibanding dengan susunan cerita yang sedang kukerjakan. Ingin rasanya aku cepat-cepat menarik suamiku ke kamar untuk membahas keinginan Sarah. Tapi kulihat mereka masih asyik, dan sekarang`mereka sedang nonton Dunia Dalam Berita. Biasanya sehabis acara itu mereka masih duduk di situ untuk membahas berita yang baru saja mereka lihat, sebelum akhirnya masuk ke kamar masing-masing. Setelah dunia dalam berita....
" Abi nggak capek,... khan tadi baru pulang, besok harus ke kantor khan ? ", kataku.
" Besok saja diterusin obrolannya,... atau kalian ngobrol berempat saja... ", sambil kutatap mereka.
" Kasian abi dong.... ", sambungku lagi.
" Hhhmm.... hhmm.... ", Zakly pura-pura batuk, yang aku tahu itu hanya untuk menggodaku saja.
" Iya deh,...lagian masa abi ngobrol sama kalian aja, abi khan juga pingin ngobrol sama ummi ", kata suamiku.
Tawa mereka memecah lagi...
" Bukan,... bukan gitu, abi khan baru pulang, dan besok harus kerja ", bantahku.
" Iya..iya...udah yok mi,.. kita bobo...", ajak suamiku.
" Jangan lupa lho, periksa lagi pintu jendela sebelum kalian masuk kamar ", perintahku pada mereka.

Kulirik jam, sudah pukul 10 kurang seperempat. Tak mungkin rasanya aku bercerita malam ini. Suamiku tentu lelah, biar besok saja setelah sholat shubuh pikirku. Dan kulihat suamiku sudah merebah di tempat tidur dan bersiap-siap untuk tidur. Iya,... nggak mungkin malam ini, besok saja putusku. Tapi aku masih belum dapat memejamkan mata, ingin rasanya hari segera berganti. Aku tidak biasa memendam sesuatu terhadap suamiku. Aku ingin segera menumpahkan apa yang menjadi beban pikiranku. Yah,... insya Allah nanti selepas shubuh...

Setelah qiyamul lail, sambil menunggu shubuh aku bergantian membaca qur'an dengan suamiku. Seperti biasa suamiku dan anak-anak sholat shubuh di mesjid. Tinggal aku, Sarah dan Asih sholat berjama'ah di rumah. Pada halaman terakhir aku membaca Al Matsurat, suamiku pun tiba. Akhirnya setelah kulipat mukena dan kurapikan sajadah aku berdiri di hadapan suamiku yang sedang duduk di tepi tempat tidur....

" Mas,... mas masih ngantuk ? mau tidur lagi ? ".
" Nggak kog,... mas nggak ngantuk, kenapa de' ? ".
" Mmhhh... ada yang mau ade' omongin sama mas... ".
" Iya,.. tentang apa de' ? ", tanya suamiku seraya menarikku untuk duduk di hadapannya.
" Mmhh.. ini tentang Sarah mas,... ".
" Iya,.. ada apa memangnya sama Sarah ? ".

Akhirnya kuceritakan semua apa yang menjadi keinginan Sarah. Rasa banggaku terhadap Sarah yang memiliki niat seperti itu. Persetujuanku terhadap keinginannya, tapi juga sekaligus rasa khawatirku, rasa cemasku akan putri tunggalku. Betapa aku amat mengasihinya dan aku tidak ingin ada sesuatu hal buruk yang akan dialaminya kelak. Di satu pihak apa yang menjadi keinginan Sarah patut untuk aku dukung, karena yang dilakukan Sarah hanyalah untuk mencari ridhoNya semata, tak boleh aku menghalanginya dari jalan Allah. Tapi di pihak yang lain aku khawatir bila nanti suaminya tidak bisa berlaku adil atau rasa cemburu dari madunya akan menyakiti hatinya. Aku rasa kekhawatiranku adalah hal yang wajar, karena waktu Fatimah mengadu kepada Rasulullah SAW akan niat Ali ra yang hendak nikah lagi, Rasulullah pun berkata bahwa apabila menyakiti hati Fatimah, itu sama halnya dengan menyakiti hati beliau, karena rasa kasih sayang Rasulullah sangat besar terhadap Fatimah. Tapi aku sungguh tersentuh dengan niat Sarah yang subhanallah sangat mulia. Kutumpahkan semua uneg-uneg di hatiku pada suamiku.

" De',... mas tahu,...ade' sayang sekali pada Sarah, begitu juga mas ", kata suamiku perlahan.
" Tapi de',... ade' tahu khan kalau Sarah itu bukan milik kita, Allah cuma menitipkan Sarah ke kita. Alhamdulillah Allah mau memberikan amanahNya pada kita, bukan cuma Sarah, tapi juga Fadhil, Yazid dan Zakly ".
" Mas bangga pada anak-anak, begitu juga mas bangga pada ade' yang sudah berperan buat mentarbiyah mereka. Karena mereka semua nantinya harus kita pertanggung-jawabkan kepada Allah. Nah,...sekarang misalnya ade' ada di posisi Asma, sudah fisiknya lemah, sakit-sakitan, kesepian..., padahal dia menginginkan untuk dapat berperan menjadi pendidik generasi yang dapat menggantikan perjuangan generasi sebelumnya, dia juga menginginkan akan adanya panggilan 'ummi' dari seorang anak yang lucu. Gimana coba ? ", tanya suamiku dengan lembut.
" Dari cerita ade' tadi,...Asma sendiri yang usul supaya suaminya nikah lagi, rasanya apa yang ade' khawatirkan insya Allah nggak akan terjadi deh...Dia sudah rela suaminya menikah lagi, dia sudah ridho dan insya Allah diapun akan memperlakukan Sarah dengan baik.. . Ade' juga tau khan kalau Allah pasti memberikan yang terbaik, belum tentu apa yang menurut kita nggak baik tapi sebenarnya itu justru baik menurut Allah, cuma Allah yang tahu ade '...., kita tidak tahu apa-apa... ".

Sampai sini air mataku mulai menetes...Astaghfirullah...Ampuni aku ya Allah,... aku terlalu melibatkan perasaan dan emosiku. Sarah hanyalah milik-Mu, dan Engkau yang akan menjaganya... " Ade',..ade' inget khan kalau rasa cinta kita terhadap keluarga, harta dan sebagainya tidak boleh melebihi rasa cinta kita terhadap Allah, Rasul dan jihad di jalan-Nya ? ",tanya suamiku.
Aku hanya mengangguk....
" Jadi insyaAllah kitapun akan mendapat ridho Allah, dari apa yang dilakukan Sarah nanti...., karena kita dengan ikhlas menyetujui Sarah menikah hanya karena kita juga sama-sama mencintai-Nya ".

Kami sama-sama terdiam sesaat. Kutarik nafas panjang...
" Mas,...", panggilku lirih.
" Ya sayang... gimana ? ", tanya suamiku,
" Iya mas...ade' sudah tenang sekarang,...kalau tadi meskipun ade' setuju tapi tetap ada yang ganjal rasanya ".
" Kalau sekarang.. ? ", tanya suamiku.
" Ade' sekarang sudah ikhlas mas,... hati ade' sudah plong rasanya, ade' sadar ada Allah yang akan menjaga Sarah, Sarah kan cuma milik Allah ya mas ?? ".
" Nah,... gitu dong... insya Allah Sarah, Asma dan Farid bisa membentuk keluarga sakinah, yang bisa mencetak generasi rabbani, kita tinggal mendo'akan mereka saja de'...".
" Tapi mas,... ", kataku tertahan.
" Tapi kenapa lagi ? masih belum sreg juga ?
" Bukan begitu,... cuma mas kog kayanya begitu gampang memutuskan masalah ini, kayanya mas sudah tau tentang ini sebelumnya ", kataku penuh curiga.
" Mmmhhh... sebenernya sebelum ade' cerita tadi mas udah tau kog de'... ", kata suamiku.
" Hah.... ?? ", tanyaku heran.
" Mmmhh.. sebelum mas ke Jakarta Farid dateng ke kantor mas, sudah diskusi dengan mas... ".
" Lho.. ??? ".
" Iya,... Mas juga tahu siapa Farid itu, juga isterinya, tapi waktu itu mas sorenya udah buru-buru mau berangkat mas pikir nanti saja pulang dari Jakarta cerita ama ade', terus pas ade' lagi belanja sama Asih mas interlokal dari Jakarta, yang ada di rumah Sarah, mas tanya sama Sarah. Ternyata Sarah juga sudah tahu dari Yasmin, mungkin Asma sudah minta Yasmin bilang ke Sarah, begitu de' ", penjelasan suamiku.
" Lho,.. Sarah kog nggak bilang kemaren sama ade' kalo mas sebenarnya sudah ngomong sama Sarah duluan ?", tanyaku masih kebingungan.
" Iya,... mas bilang sama Sarah, supaya Sarah bilang sama ade' saja, tanya pendapat ade' gimana gitu... . Khan nggak enak kalau tahu-tahu mas udah langsung ngasih persetujuan duluan padahal ade' masih belum tahu apa-apa", kata suamiku lagi.

Subhanallah....betapa suamiku sangat menghargai aku, dari dulu suamiku tidak pernah mengambil keputusan sendiri dalam masalah rumah tangga, selalu mengajakku untuk berunding terlebih dahulu.
" Tapi mas,...ade' masih mau tanya lagi nih.. ", kataku.
" Iya sayang,... kenapa lagi ? ".
" Tadi mas bilang kalau mas tahu bener siapa Farid itu, memang mas sudah kenal sebelumnya sama Farid ? ".
" Mmmhh....mmmhh....", suamiku tidak menjawab hanya tersenyum saja.
Dan aku tahu apa itu artinya...suamiku tidak akan menjawab pertanyaan semacam itu. Tapi akupun tahu sebesar apa kasih sayang suamiku terhadap Sarah. Tidak mungkin rasanya suamiku membuat keputusan besar seperti ini tanpa lebih dahulu menyelidiki bagaimana keluarga Farid dan Asma.
" Yang penting de',... kita berdo'a aja untuk kebahagiaan mereka ", ujar suamiku.
" Hhhmm... iya deh,... yang penting kita tinggal berdoa saja buat mereka ", kataku.
" Terus mas ada lagi,.. berarti mas tahu dong kemarin pas ade' gelisah soalnya ada yang mau ade' omongin sama mas, ya khan ?", tanyaku.
" Iya doonngg...., masa mas nggak tahu, khan ade paling nggak bisa menyembunyikan sesuatu dari mas, meskipun sebenarnya ade' berusaha nutup-nutupin juga... ".
" Berarti mas tau dong sebenarnya ade' pingin ngomong kemaren ? ", tanyaku lebih gencar.
" Iya dong...tau dong....", kata suamiku sambil tertawa.
" Ih,... mas jahat,... nggak mau dibahas dari kemarin saja... mas tau nggak, ade' tuh semalam nggak nyenyak bobonya,... pingin cepat-cepat pagi biar cepat cerita sama mas... ", jelasku.
" Iya.... mas juga tahu, mas iseng saja... sekalian melatih kesabaran ade'...", sambung suamiku masih tertawa.
" Mas jahat ih.... sudah tua masih suka iseng ngerjain isterinya... ", kataku berusaha untuk tidak ikut tersenyum.
" He.. he.... alaah de'.... mau ketawa aja pakai gengsi segala sih.... ", kata suamiku sambil mengacak-ngacak rambutku. " Hhmmmm.... si mas....", aku sudah kehabisan kata-kata.

Tiba-tiba suara pintu kamar diketuk dengan agak keras, aku sudah hafal siapa lagi kalau bukan Zakly yang berani mengetuk seperti itu...
" Abi,... Ummi,.... pada mau pamitan nih.... ", teriak Zakly dari luar.
" Hhmm....Zakly ya, ngomong agak pelanan khan bisa ", kataku sambil membuka pintu kamar.
" He.. he.... abis tadi Sarah udah ngetuk tapi nggak dibukain sih,..ya udah Zakly aja yang ngetuk lagi, katanya membela diri.
" Lho bi,... kog belum siap ?? nggak ke kantor hari ini ya.. ? ", tanya Fadhil.
" Iya,... nanti agak siangan... ", jawab suamiku.
" Udah pada sarapan ? ", tanyaku.
" Udah dong.... khan kita sarapan sendirian.... ummi sama abi khan masih di dalam kamar ", kata Zakly sambil sedikit memonyongkan bibirnya.
" Khan udah pada gede juga.... ", kataku sambil tertawa.
" Ya udah mi,... berangkat dulu nih.... ", kata Yazid sambil mereka bergantian mencium tangan kami satu-persatu.
" Sarah,...berangkat ya mi... ", katanya sambil berbisik di telingaku sambil mencium pipiku.
" Iya nak,... hati-hati ", lantas kupeluk Sarah agak erat. Sarah pun membalas pelukanku dan sambil mengusap kerudungnya aku seraya berbisik bahwa aku ikhlas menyetujuinya. Kulihat mata Sarah berkaca-kaca....
" Woow... Sarah pamit ke ummi aja sampai kaya gitu, kaya di film-film telenovela aja ", goda Zakly.
" Udah ah,... kamu khan nggak tahu ", balas Sarah.
" Lho memangnya ada apa sih mi... ? ", tanya Fadhil.
" Udah,... sekarang berangkat saja kalian, udah siang lho nanti malam saja kita bahas... ", kata suamiku.
" Lho... emang ada apa... ?? ", tanya Zakly lagi.
" Udah.... berangkat sana.... ingat Zakly kalau naik motor jangan ngebut....terus kalian kalau jajan jangan sembarangan, sekarang lagi musim macam-macam penyakit ", kataku mulai lagi dengan segala pesan-pesan.
" Yah,.... ummi balik lagi dah... padahal kemarin udah anteng, udah diem ya mas Yazid ? ", kata Zakly.
" Iya nih ummi... habis abi sudah pulang sih...", timpal Yazid.
" Iya,... balik lagi deh berisiknya ", tambah Zakly.
" Zakly,... kog ngomong gitu sama umminya.. ", kataku.
" Afwan mi,.. becanda mi.... ", kata Zakly sambil memeluk bahuku.
" Hhmmm... udah ah,..pada terlambat lho nanti... ".
" Assalamu'alaikum....", kata mereka berbarengan.
" Wa'alaikumussalam...".

Aku antar mereka sampai depan rumah. Sambil menikmati hangatnya sinar mentari pagi di teras depan, aku termenung,....alhamdulillah aku bahagia ya Allah atas segala nikmat-Mu. Lindungilah mereka Ya Allah, tuntunlah selalu langkah-langkah mereka, penuhilah hati dan cinta mereka hanya dengan iman dan takwa kepada-Mu semata....

Rabbanaa hablanaa min azwajinaa wadzurriyaatinaa qurrota
'ayun waj'alnaa lil muttaqiina imaama...
Amiin Ya Rabbal 'aalamiin....

Mawar Senja Gugur Kelopaknya
oleh Abdurrahman Al Jawary



Selembar surat bersampul biru muda jatuh di pangkuan Nur. Saat itu senja merona bersemburat cahaya jingga di ufuk barat. Sekelompok burung pipit terbang melintasi anjungan. Angin semilir meniup kelopak flamboyan, mahkotanya berhamburan mencium bumi.

Dulu, Nur paling benci bila dikatakan bagai flamboyan. Pohon yang tinggi tegar berbunga kecil yang mudah gugur, ibarat gadis angkuh yang mudah patah hati.

"Hush, tidak boleh mencela makhluk Tuhan." Si Mas bilang, "Mungkin kamu memandangnya dari sudut yang berbeda. Bagi saya, flamboyan itu memberi kesejukan. Coba kalau seisi taman dipenuhi mawar. Bagaimana kita bisa duduk sambil berteduh seperti hari ini."

Ah si Mas bisa saja. Biasanya Nur mendebat dengan berbagai argumen. Tapi ujungnya sama saja, si mas akan bilang "Saya kan tidak bilang kalau kamu seperti flamboyan." Biasanya lagi, Nur masih memprotes juga. "Jadi maumu apa?" tanya si Mas akhirnya. "Mawar" jawab Nur. Si Mas akan tertawa. "Mau ngomong mawar kok muter-muter soal flamboyan."

Tapi kali ini Nur tidak berminat untuk bercanda tentang flamboyan dan mawar. Selembar surat bersampul biru mengusik perhatiannya. Sudah belasan kali surat itu ia baca. Masih saja Nur tertegun mengikuti baris demi baris kalimat yang ditulisnya. Ada nafas berat yang dirasakannya dalam isi surat itu.

"Ibarat hari, saya ini sudah hampir senja dik Nur. Bukan saya tidak rela dengan takdir yang Maha Kuasa, namun saya pun sebenarnya ingin menemukan kesempurnaan dien ini dengan menjalankan yang separuhnya lagi.
Apalagi sejak bapak dan ibu berpulang, saya tidak lagi mempunyai keluarga tempat kembali. Tiada tempat berbagi, terasa hidup ini seperti luka yang menganga."

Angan Nur melayang membayangkan sosok Kak Nurul di pedalaman, dalam kesendirian, bergulat dengan geliat masyarakat Bangkalan selama sepuluh tahun terakhir ini.

Kak Nurul yang dulu bagai sekuntum mawar merekah, lembut dan harum. Indah tanpa cela. Wanginya tertiup angin hingga ke pelosok kampus dan bilik-bilik masjid. Nur tahu banyak pria yang memandangnya di kejauhan, mengaguminya dalam diam.

Bukan sekali dua Nur terheran-heran mengapa para brothers itu tidak ada yang mau menikahinya. Apa salahnya menikahi wanita yang begitu "sempurna". Ataukah mereka hanya berani mengaguminya dari jauh namun takut untuk memetiknya. Takut tertusuk durikah?

Apakah kepintarannya yang menjadi penghalang, konon kaum pria takut menikahi wanita yang lebih cerdas dari dirinya. Ataukah kecantikannya yang dikhawatiri mendatangkan cemburu. Atau karena pribadi agungnya yang membuat para brothers merasa ciut di hadapannya.

Mungkinkah seluruh kelebihan yang bersatu dalam sosok wanita ini membuat para aktivis da'wah pun takut, takut dengan kesempurnaannya.

"Barangkali belum jodohnya, Dik. Insya Allah kalau sudah saatnya ada juga brother yang mau meminangnya." Begitu selalu jawaban mas Fatih, suami Nur. Namun saat yang dinantikan itu belum juga kunjung tiba. Hingga kak Nurul mendapat tawaran untuk membantu masyarakat Bangkalan, sepuluh tahun yang lalu. Iapun pergi meninggalkan kampus tempatnya mengajar. Sejak itulah mereka terpisahkan.

Nur memandangi wajah mas Fatih. Di bawah cahaya senja yang merona, ...ah makin tampan saja ia dengan garis ketuaan yang mulai menggurat di wajahnya.

"Bagaimana mas ?" tanya Nur untuk ketiga kalinya. Wajah yang teduh itu tak bergeming.

"Kau serius agaknya, dik" jawabnya.

"Benar. Saya sudah lama memikirkannya" sahut Nur.

"Tapi saya bukan orang yang tepat untuk itu. Saya tidak cukup adil untuk itu."

"Tak ada yang bisa bersikap adil kalau soal perasaan" Nur memotong.

"Secara materi, kau sendiri dan anak-anak pun lebih banyak menahan diri bukan?" si Mas balik bertanya.

"Saya insya Allah bisa membantumu. Saya bisa mengajar atau kembali seperti dulu." Jawab Nur.

Melihat Nur bersikukuh, mas Fatih melembut, "bagaimana kalau kita istikharah dulu." Diusapnya kain yang menutup rambut indah milik Nur.

Hari-hari pun berlalu dalam kepatuhan mengikuti hukum alam. Malam siang datang silih berganti. Makhluk Allah menapaki hidupnya di bawah naungan sunatuLlah.
Susah-senang hilang timbul bak gelombang laut, datang bergulung lalu pecah di pantai.

Satu musim lewatlah sudah. Di sebuah dini hari yang bening, Nur berjalan mengendap ke ruang kerja mas Fatih. Lampunya menyala. Berarti semalaman mas Fatih tidak tidur. Lamat-lamat terdengar suara lirih mas Fatih membaca al Qur'an. Nur beranjak mendekat, namun malang kakinya tersandung kabel lampu. Ugh ! Ia jatuh terpelanting.

Mas Fatih menghentikan bacaannya.

"Kamu nggak apa-apa dik ?" tanya mas Fatih, cemas menghampiri Nur. Yang dihampiri tersenyum menahan malu dan nyeri.

"Makanya jangan suka mengintip." Mas Fatih menggodanya, seraya menggosok kaki Nur yang memar. Pipi Nur bersemu dadu saat mas Fatih membantunya duduk di kursi kayu.

Menarik nafas sebentar, lalu Nur membuka percakapan.

"Kopornya sudah saya siapkan, Mas. Jangan lupa sampaikan salam saya buat kak Nurul."

Mas Fatih terdiam. Nur memandangi wajah yang senantiasa nampak ikhlas ini. Mas Fatih tersenyum lembut.

"Dik, semoga pengorbananmu yang mulia ini membawamu ke tempat terbaik di sisi-Nya. Tolong doakan agar mas mampu berbuat adil terhadapmu dan anak-anak."

Mata Nur membasah. "Terhadap kak Nurul juga...," ujarnya. "Saya rela,mas, janganlah khawatir. Saya tahu tidak semua wanita beruntung seperti saya, hidup di sisi orang sebaikmu." Nur berhenti sejenak sebelum melanjutkan ucapannya, " Membagi kemurahan Allah tidak akan mengurangi rahmat-Nya."

Hari itu mas Fatih akan berangkat menuju Bangkalan. Dengan air mata menggenang, diciumnya kedua anaknya.

"Ayah akan kembali dalam seminggu. Jaga Bunda baik-baik." pesan mas Fatih kepada kedua balitanya yang masih terlena dibuai mimpi. Nur memberi isyarat dengan tangannya.

"Jangan janjikan mereka dengan sesuatu yang sulit bagimu untuk memenuhinya." ujarnya setengah berbisik.

"Saya akan memenuhinya, insya Allah" mas Fatih berbalik, menggenggam tangan Nur. Nur berjalan mengantarnya hingga pagar rumah.

"Jaga diri baik-baik ya dik," pesan mas Fatih.

"Mas juga." Jawab Nur. Tersenyum dengan sepenuh kerelaan hatinya.

Angin pagi memainkan pucuk-pucuk pinus, melambaikan salam perpisahan untuk gelap malam. Mentari menyeruak, mengirim kehangatan di pagi yang beku. Nur membuka hari baru dengan hati ringan. Segumpal rasa cemas dihalaunya dengan kepasrahan. Kedua buah hatinya menjadi penghibur saat sunyi terasa menggigit. Celoteh mereka saat bermain mengusir galau yang kadang menyelinap di relung hati kecilnya. Dan lagi, merawat kedua bocah ciliknya sudah cukup menyibukkannya. Anak adalah hiburan, ia adalah cahaya mata. Nur bersyukur atas karunia yang tidak setiap perempuan merasakannya.
Lalu hari pun terasa beranjak dalam tempo cepat, tiba-tiba sore sudah menjelanga. Malam kembali datang menggantikan siang. Gelap menyelimuti bumi saat hamba Tuhan melepas penatnya.

Dan Nur kembali termenung ketika anak-anak mulai terlelap.

Semoga segala sesuatunya berjalan lancar, Nur membatin. Tidak mudah berhadapan dengan kondisi masyarakat yang belum siap menerima poligami. Anggapan sebagai langkah tercela dan penghalalan bagi kaum pria yang mengumbar nafsu sudah kadung meresap dalam pikiran masyarakat. Bukan salah mereka. Kenyataannya lelaki yang beristeri lebih dari satu adalah kebanyakan mereka yang kurang bertanggung jawab, kalau bukan para pejabat yang menyeleweng.

Akibatnya banyak isteri yang tersia-sia, menderita di bawah tanggung jawab seorang lelaki.

Jadilah hukum Allah yang satu ini dianggap tidak relevan dan melukai kaum wanita. Benarkah begitu ? Lalu berapa banyak wanita malang yang tersaruk-saruk mencari pendamping sementara ratio laki-laki makin mengecil saja.

Apa yang akan terjadi bila solusi menjadi sebuah mimpi buruk di benak kaum hawa. Kak Nurul hanyalah sebuah contoh dari ribuan kasus serupa. Dan Nur merasa itu berada di dalam jangkauannya. Nur teringat pertama kali bertemu kak Nurul. Perkenalan itu bermula setelah kuliah PAI yang menghebohkan di semester pertama.

Nur sendiri sudah mendengar banyak tentang kak Nurul, assisten Farmakologi yang jelita, mantan mahasiswi teladan yang agamis dan segudang predikat top lainnya.
Sementara Nur baru nongol di Universitas.

Ketika itu dalam sebuah kelas PAI, Pak RN (semoga Allah merahmati beliau), menguraikan tentang dasar-dasar syariat Islam. Dalam satu kesempatan diskusi terlontarlah pertanyaan tentang poligami.
Dengan sigap Nur mengacungkan jari memberikan suara persetujuan. Suasana mendadak hening. Karena Nur duduk paling depan, ia belum sadar apa yang terjadi. Waktu Ia rasakan kesenyapan ini lain dari biasanya, mulailah Nur mengintip kiri-kanan dan belakang.

Sadarlah Nur kalau dari enam puluh mahasiswa yang mengikuti kuliah PAI ini dialah satu-satunya yang menyetujui poligami.

Aduh mak, grogi bercampur bingung ketika itu, namun Nur tetap berusaha tegar.

Buntut dari peristiwa tersebut mudah ditebak, Nur pun jadi bulan-bulanan kawan-kawan. Di antara para cowok mulai menggoda kalau-kalau Nur mau jadi isteri keduanya. Yang mahasiswi tidak kalah sewotnya, dikatakan bahwa ia heartless, tidak punya perasaan, ngomong begitu karena belum kawin, coba kalau sudah menikah, dan masih banyak lagi bantahan mereka.

Nur sendiri berusaha untuk tetap bersikap tenang, ia katakan kalaupun mereka tidak setuju, itu tidak akan menghapus ta'addud sebagai bagian dari syariat Islam.

Peristiwa heboh itu rupanya membawa berkah tersendiri. Karuan saja kak Nurul mendatangi Nur.

"Rupanya kita punya nama panggilan yang sama ya dik," sapanya ketika memulai perkenalan.

Nur hanya terdiam. Dalam hati, malu rasanya membandingkan diri nya dengan wanita dewasa di depannya ini. Namun kemudian terjadilah apa yang telah terjadi. Nur dan kak Nurul menjadi sepasang sahabat yang akrab. Usia bukanlah hambatan, diskusi demi diskusi tetap hidup dengan jalinan persaudaraan yang penuh makna. Di bawah pancaran cahaya fajar maupun di keremangan sinar bulan dalam tetesan air wudlu dan lantunan ayat-ayat suci, Nur merasa hidup ini begitu berarti.

Menjelang pernikahan Nur dengan mas Fatih, Nur memberanikan diri bertanya "Mengapa kak Nurul belum menikah. Bukankah usia kak Nurul lebih dari cukup?", hari itu bertepatan dengan tiga puluh tahun usia kak Nurul.

"Jangan tanya saya, dik Nur. Siapa yang tidak ingin membangun surga di istana kecilnya "

Dan kisah malang itu sungguh terjadi. Satu demi satu brothers mundur teratur lantaran silau berhadapan dengan kak Nurul. Padahal, kurang bagaimana tawadlunya kak Nurul. Sementara itu usia kak Nurul terus beranjak, para kader muda lebih suka memilih bunga yang bisa dipetik pagi hari. Kini, siapa yang masih teringat mawar indah di senja hari. Usia kak Nurul mulai melewati empat puluh tahun. Di Bangkalan sana, ia membaktikan ilmu dan tenaganya untuk masyarakat papa. Sendiri tanpa sesiapa. Salahkah Nur bila ingin membagi kebahagiaannya dengan kak Nurul ? Dan mas Fatih, ah andai ada seribu mas Fatih di dunia ini.

"... Maukah kak Nurul menjadi kakak Nur di dunia dan akhirat?" itu adalah pertanyaan Nur di suratnya beberapa bulan yang lalu ketika mas Fatih akhirnya menyerah pada perjuangan Nur. Lama tak berbalas, hingga akhirnya jawaban didapat juga dari surat kak Nurul bulan lalu.

"...bagaimanakah mungkin saya menolak permintaan dari seorang adik yang berhati mulia Sebenarnya ada yang tidak dik Nur ketahui setelah beberapa waktu berselang ini .namun saya sepenuhnya tawakal..."

Surat terakhir kak Nurul itu ditangkapnya sebagai persetujuan. Maka berangkatlah mas Fatih pagi itu menuju Bangkalan.

****

Subuh baru saja usai. Nur bersegera melipat rukuhnya ketika bel pintu berdentang, tergopoh ia berjalan ke arah pintu. Tiba-tiba di dadanya berdebur gelombang.
Seperti saat mula pertama ia bertemu mas Fatih di rumah cinta mereka. Hari ini tepat seminggu mas Fatih berangkat. Iakah yang datang memenuhi janjinya kepada buah hati mereka ? Tiba-tiba mata Nur basah. Inikah yang namanya haru ? Ataukah cinta yang tumbuh di puncak kerelaan ? Pintu terkuak. Benar. Dia mas Fatih.
Tapi mengapa ia nampak tidak biasa. Ataukah Nur yang tiba-tiba jadi perasa. Seakan wajah mas Fatih berselimut duka. Nur ingin merangkulnya, namun terasa tangannya tertahan. Mas Fatih mengucapkan salam dengan perlahan. Nur membalasnya tak kalah pelan.

"Mas datang untuk saya atau anak-anak ?" Nur mencoba menggoda, mencairkan kebekuan.

"Untuk kita" jawab mas Fatih. Tersenyum, namun berat terasa di dada Nur. Mas Fatih menggandeng tangan Nur.
"Boleh masuk, dik?" kali ini ia yang menggoda. Nur mencolek pinggang mas Fatih, ditariknya masuk ke dalam rumah. Nur tidak berani membuka pertanyaan tentang kak Nurul.

"Saya akan ceritakan setelah mandi dan shalat subuh." Mas Fatih seakan mengetahui isi hati Nur.

Nur hanya mengangguk sebelum beranjak ke dapur meraih secangkir teh manis buat mas Fatih.

***

"Ketika saya tiba di ujung desa." Mas Fatih memulai ceritanya. "Ratusan penduduk berbondong-bondong ke arah tempat tinggal kak Nurul. Saya tidak menduga kalau mereka menyambut saya, saya merasa tidak pantas mendapat sambutan semeriah itu. Namun hati saya bertanya-tanya apa mungkin kak Nurul telah menceritakan rencana pernikahannya kepada masyarakat di sana ...?" mas Fatih berhenti sejenak. Nur menahan nafas.

"Saat saya tiba di rumah kak Nurul yang sederhana, barulah saya menyadari wajah-wajah yang hadir menampakkan kedukaan. Sayapun bertanya apakah bisa bertemu dengan kak Nurul. Sebagian yang hadir nampak marah, salah seorang menarik kerah baju saya sambil mengepalkan tinju, untunglah dilerai oleh seorang bapak yang arif yang ternyata adalah pak lurah. Ia bertanya siapa saya dan ada perlu apa dengan kak Nurul. Saya katakan bahwa saya datang dari jauh untuk menikah dengannya. Saya calon pengantinnya. Saat itu terdengar tangis keras beberapa ibu. Pak lurah merangkul saya dan tak hentinya menggoyang bahu saya sampai akhirnya saya ditariknya ke dalam rumah. Di tengah ruangan saya dapati sebuah keranda."

Nur tak tahan mendengar cerita mas Fatih. "Keranda siapa? Dimana kak Nurul waktu itu ?" pertanyaan Nur memburu. Mas Fatih menggenggam tangan Nur.

"Kak Nurul berada di dalam keranda itu, dik ."

"Inna liLlahi wa inna ilaihi rajiun" Jantung Nur serasa terhenti sesaat.

Nur tersentak. Batin Nur terguncang hebat. Lalu Nur tersedu. Mas Fatih mengusap kepalanya dengan air mata menitik.

"Sabarlah dik sabar"

"Apa yang telah terjadi ?" tanya Nur disela isaknya.

"Ada yang tidak kita ketahui tentang kak Nurul." mas Fatih menjelaskan.

Tiba-tiba Nur teringat isi surat terakhir kak Nurul
....

"Sebenarnya ada yang tidak dik Nur ketahui setelah beberapa waktu berselang ini. Namun saya sepenuhnya tawakal..."

Nur teringat kalimat yang ditulis kak Nurul itu. Ia terkesiap.

"Apa yang tidak kita ketahui mas ?" tanyanya.

Mas Fatih menunduk. Jemarinya menghapus ujung sajadah yang terlipat. "Seorang perawat di puskesmas bercerita kepada pak lurah kalau kak Nurul sudah lama mengidap kanker stadium akhir, Nur, sudah metastase kemana-mana."

"Ya Allah Saya tidak pernah tahu " suara Nur bergetar.

"Tidak ada yang tahu, Nur, hingga menjelang kepergiannya kecuali perawat yang membantu kak Nur di klinik. Saya ikut mengantar dan menguburkan jenazah kak Nurul. Selepas itu saya menyelesaikan beberapa urusan kak Nurul di sana.
Saya juga pergi ke Surabaya ke tempat dokter yang mendiagnosis kak Nur dengan kanker payudara sejak lima tahun yang lalu." Lunglai terasa tubuh Nur.

"Kita terlambat, mas. Saya telah melalaikannya " Nur seakan menyesali diri.

Mas Fatih membelai kepala Nur dengan lembut.

"Tidak, sayang. Allah lah yang lebih tahu apa yang terbaik untuk hamba-Nya.

Insya Allah niat kita telah dicatat di buku-Nya." ujar mas Fatih. "Semoga Allah membalas amal shalih kak Nurul dengan sebaik-baiknya. Masyarakat Bangkalan mencintai kak Nurul karena keikhlasannya membantu mereka ." Mas Fatih berhenti sejenak. Dirogohnya secarik kertas dari kantung tas pinggangnya.

"Ini ada surat dari mbak Ririn, perawat itu."

Nur membuka surat yang diberikan mas Fatih, "Salam hormat untuk keluarga Bu Nurul. Ia adalah jiwa yang berbahagia."

Air mata Nur berhamburan. Ia kehilangan mawar senja yang hampir dipetiknya di pekarangan cinta mereka sang Pencipta telah menyuntingnya di taman surga abadi.

...Mawar senja gugur kelopaknya
wangi tersisa di pagi bening
Sesosok cinta menebar air surga
kembali ke bumi, menuju Dia yang abadi

Dalam duka, hati Nur penuh doa. Semoga tempatmu
terbaik di sisi-Nya, oh kak Nurul.

Satu hal ia tahu pasti, beribu kak Nurul di bumi ini,
namun hanya ada satu mas Fatih

Tuesday, April 8, 2008

Teorema Palsu

Lagi iseng mengutip sebagian dari soal-soal yang harus dikerjakan adik saya yang baru masuk kuliah di jurusan Matematika. Di jurusannya tugas ini didapatkan dari senior dan dinamakan "SAMPAH MATEMATIKA". Kebiasaan mengerjakan matematika tanpa mengetahui dasar yang benar pasti akan menemui kesulitan dalam mencari kesalahan-kesalahan pada persamaan berikut ;-)
Iseng buat asah otak aza :D
TEOREMA:3 = 4
Bukti:Anggap
a + b = c
4a - 3a + 4b - 3b = 4c - 3c
4a + 4b - 4c = 3a + 3b - 3c
4(a + b - c) = 3(a + b - c)
4 = 3
Mau coba cari lagi?
TEOREMA:1 + 2 + 4 + 8 + 16 = -1
Bukti:Anggap
x = 1 + 2 + 4 + 8 + ...
2x = 2 + 4 + 8 + ...
------------------------ (-)
-x = 1
x = -1
Jadi 1 + 2 + 4 + 8 + 16 + ... = -1
Lagi...
TEOREMA:Semua bilangan adalah nol
Bukti:Anggap
a = b, maka
a = b
a2 = ab
a2 - b2 = ab - b2
(a + b)(a - b) = b(a - b)
a + b = b
a = 0
jadi, b = 0
Satu lagi...
TEOREMA:log (-1) = 0
Bukti:(*) log [(-1)2] = 2 log (-1)
(**) log [(-1)2] = log 1 = 0
dari (*) dan (**)
2 log (-1) = 0
log (-1) = 0
Selamat mencari :-)

Web Hosting